Ibu Yang Kesepian
Beberapa minggu setelah
kejadian pertama dengan
Basuki, aku telah berpikir. Aku
rasa anakku yang kedua,
Banu, juga harus mendapatkan
jatah seperti kedua saudaranya. Tidak adil rasanya
jika dia tidak mendapatkannya.
Lagipula, semua yang aku
lakukan sudah telanjur jauh.
Mengapa tidak aku teruskan
saja. Hanya saja aku belum mendapatkan cara yang tepat
untuk meminta anakku Banu.
Mungkin aku sudah terkena
penyakit kelainan sex karena
aku sangat menikmati
hubunganku dengan anak- anakku sendiri. Tapi biarlah,
daripada harus menjajakan diri,
aku pikir lebih baik begitu.
Kesempatan untuk bersetubuh
dengan Banu akhirnya datang
ketika kedua Saudaranya sedang tidak ada di rumah.
Bari sedang ke rumah
temannya, sedangkan Basuki
pergi ke kota lain selama
beberapa hari. Jadi otomatis
aku tidak mendapatkan kepuasan selama beberapa hari
itu, karena aku tidak disentuh
oleh kedua anakku yang telah
menjadi pemuas nafsuku. Aku
tidak mampu lagi menahan
nafsuku untuk bersetubuh, dan aku tidak mau bersetubuh
dengan orang lain yang tidak
aku kenal. Aku bingung. Sampai
ketika aku sedang duduk di
ruang tengah aku melihat Banu
yang baru saja selesai mandi dan keluar dari kamar mandi
dengan hanya mengenakan
celana pendek. Aku terkesiap.
Ternyata tubuh Banu tidak
jauh berbeda dengan kedua
saudaranya. Atletis dan juga mengagumkan. Hasratku yang
sudah sampai ke ubun-ubun
menggelapkan nuraniku. Aku
berpikir, biarlah sekalian aku
nikmati tubuh semua anak-
anakku. Tanpa pikir panjang, aku panggil Banu.
"Banu, kemari sebentar Nak,"
panggilku. Banu menoleh ke
arahku dan berjalan
menghampiriku.
"Ada apa Bu? Banu baru mandi nih. Mau pake baju dulu," kata
Banu sambil menghampiriku.
"Tidak usah pakai baju Nak.
Kemari sebentar. Ibu mau
bicara dengan kamu." Kataku
meyakinkan Banu. "Tapi Bu, Banu kedinginan.
Banu mau pakai baju dulu,"
jawab Banu ngotot.
"Udah, nggak usah membantah
Ibu," kataku sambil berdiri dan
menarik tangan Banu untuk mendekat.
"Duduk di samping Ibu," kataku
lagi.
Banu pun akhirnya menurut
dan duduk di sampingku. Aku
pandangi tubuh setengah telanjang yang duduk di
sampingku. Sempurna. Itulah
yang ada di benakku saat ini.
"Boleh Ibu tanya Nak?"
tanyaku kepada Banu.
"Ya tentu saja boleh Bu, emang ada apa sih?" Banu
balik bertanya kepadaku sambil
matanya memandangku penuh
selidik.
"Kamu udah punya pacar
Nak?" tanyaku basa basi. "Ya belum donk Bu, emang
kenapa sih Ibu tanya itu?"
jawab Banu.
"Jadi kamu belum pernah
ciuman donk?" tanyaku
memancing. Banu kelihatan keheranan
dengan pertanyaanku tadi. Dia
hanya diam beberapa saat.
"Ya belum pernah donk. Kok
Ibu tanya begitu sih? Ada
apa?" tanya Banu keheranan. "Nggak kok. Kalau memang
belum pernah, Ibu cuman ingin
mengajari kamu ciuman. Itu pun
kalau kamu mau?" jawabku
ngawur.
"Ibu serius? Ibu nggak sedang bercanda kan?" tanya Banu
lagi dengan nada tidak
percaya.
Aku hanya menganggukkan
kepala, lalu mendekatkan
tubuhku kepadanya. Kepala kami begitu dekat sehingga
aku bisa merasakan hembusan
nafasnya. Aku dekatkan bibirku
ke bibirnya. Lalu aku tempelkan
bibirku. Banu hanya diam saja
dan tidak bereaksi. Aku mencoba lebih aktif lagi. Aku
dekap tubuhnya, sehingga
tubuh kami bersatu.
"Kalau ciuman, bibirnya dibuka
sedikit donk Nak," pintaku
karena bibir Banu hanya tertutup rapat.
Aku cium lagi bibirnya, dia
membuka bibirnya sedikit
sehingga aku mencoba
memasukkan lidahku ke
mulutnya. Lidahku dan lidahnya beradu di dalam mulutnya.
Terkadang aku sedot mulutnya
untuk mendapatkan sedikit air
ludahnya. Lalu aku telan air
ludahnya yang terasa nikmat.
Setelah sekitar 15 menit kami berciuman dengan mesranya,
aku lepaskan dekapanku pada
tubuhnya. Banu seperti tidak
rela untuk melepaskan diriku.
"Bagaimana Nak? Kamu suka?"
tanyaku. "Enak sekali Bu. Boleh lagi?
Banu masih pengen nih." Kata
Banu sambil terengah-engah.
"Boleh saja Nak. Bahkan lebih
juga boleh kok." kataku lagi.
Aku berdiri di hadapannya. Lalu aku perlahan-lahan
menurunkan resleting dasterku.
Aku turunkan dasterku dan
aku buang ke samping sofa.
Sekarang aku hanya
menggunakan BH dan celana dalam saja. Aku lihat Banu
terkesiap dan menelan ludah
melihat pemandangan yang
indah di depannya. Aku
melangkah mendekat ke
arahnya. Aku dekatkan wajahku. Kami pun berciuman
kembali. Kali ini Banu sudah
lebih mahir. Dia memasukkan
lidahnya ke dalam mulutku.
Lidah kami bertautan seperti
dua ekor ular yang sedang bertarung.
Hanya suara desahan kami
berdua yang memenuhi
ruangan itu. Aku pegang
tangan kanannya dan aku
arahkan ke buah dadaku yang masih terbalut oleh bra. Secara
alami tangan Banu mulai
meremas-remas payudaraku
dari luar bra. Aku semakin
terangsang saat tangannya
meremas payudaraku. Tangan kiriku mengusap-usap bagian
luar celananya.
"Buka BH Ibu, sayang.. Ohh,"
pintaku sambil mendesah.
Tanpa diminta dua kali, tangan
Banu dengan cekatan membuka kaitan BH-ku. Kini di depan
wajahnya terpampang dua
buah bukit kembar yang
sangat ranum dan
menggairahkan.
"Bu, susu Ibu gede sekali, ukuran berapa sih Bu?" tanya
Banu takjub melihat besarnya
payudaraku.
"38B sayang, gede kan? Kamu
suka sayang?" jawabku penuh
nada kebanggaan pada propertiku yang satu ini.
"Pegang susu Ibu sayang,"
pintaku sambil mendekapkan
tangannya ke payudaraku.
Mungkin ini yang disebut
dengan nafsu alami. Secara otomatis tangannya mulai
meremas-remas payudaraku.
Aku hanya bisa mendesah-
desah tak karuan
mendapatkan perlakuan seperti
itu. Tak hanya meremas-remas, sepuluh menit kemudian Banu
secara naluriah mulai mengecup
dan menjilati kedua gunung
kembar yang ada di depannya.
"Ahh.. Enaak.. Sayang.. Teruuss..
Emmpphh.." aku meracau tak karuan mendapat perlakuan
seperti itu.
Kini hanya sehelai celana dalam
yang melekat di tubuh kami.
Tak sabar, aku menjauhkan
kepala Banu dari kedua gunung kembarku. Aku suruh Banu
untuk duduk di sofa. Peluh
membasahi tubuh kami berdua
meskipun permainan baru saja
di mulai. Aku berjongkok di
antara kedua belah pahanya yang terbuka. Aku pandangi
tonjolan besar yang berada
dalam penjara yang disebut
celana dalam. Aku usap-usap
bagian luar celana Banu. Banu
menggelinjang mendapat perlakuan seperti itu. Perlahan
aku pegang pinggiran celana
dalam Banu dan aku berusaha
untuk melepaskan celana dalam
itu dari tubuhnya.
Sebuah pemandangan yang sangat indah bagiku
terpampang begitu saja ketika
celana dalam itu sudah lepas
dari tubuhnya. Kini Banu sudah
telanjang bulat. Kontol yang
sangat besar, dengan panjang sekitar 18 cm dan diameter
yang cukup besar membuat
diriku menelan ludah. Aku
pegang kontol Banu dengan
tangan kananku. Aku elus-elus
kontol itu pelan-pelan. Banu hanya mendesah saja
mendapatkan perlakuan itu.
Aku dekatkan wajahku ke
kontol Banu. Aku ciumi ujung
kontol yang merekah itu, lalu
aku jilati kontol itu. Banu semakin tidak karuan
mendapat perlakuan yang
semakin merangsang itu. Lima
menit kemudian, aku masukkan
kontol Banu ke dalam mulutku
dan aku oral kontol Banu. "Ohh.. Enaakk Buu.. Teruus.."
Banu mendesah.
Aku memasukkan kontol Banu
ke dalam mulutku dan juga
secara bergantian mengocok
kontolnya dengan tangan kananku sambil menjilati buah
pelirnya. Setelah itu aku
masukkan lagi kontol Banu ke
dalam mulutku lalu aku memaju
mundurkan mulutku sedangkan
tanganku bekerja meremas- remas kedua pelirnya dengan
lembut.
"Enaakk.. Bu.. Kontooll.. enaakk..
Teruss.."
Kata-kata semacam itu terus-
menerus keluar dari mulut Banu. Sekitar sepuluh menit
kemudian Banu memegang
bagian belakang kepalaku
seakan-akan tidak mau
melepaskan hisapan mulutku
dari kontolnya. "Buu.. Mauu.. Ke.. Lu. Aar..
Ceepaat.." teriak Banu.
Aku semakin mempercepat
kocokan mulutku di kontolnya.
Tidak lama kemudian aku
merasakan adanya denyutan- denyutan yang menandakan
kalau Banu akan mencapai
puncak.
"Keluarkaan sayang, keluarkan
di mulut Ibu," kataku di antara
desahan nafasku dan nafasnya dan di antara kesibukanku
mengoral kontolnya.
Creet.. Croot.. Creet.., mungkin
sebanyak sembilan atau
sepuluh semprotan sperma
Banu memenuhi rongga mulutku. Hampir saja mulutku
tidak dapat menampung
banyaknya semprotan sperma
Banu yang sangat banyak itu.
Wangi dan gurih, itulah yang
aku rasakan. Mungkin dikarenakan Banu masihlah
perjaka (atau tidak??). Banu
duduk telentang dan
bersandar di sandaran sofa
dengan nafas yang terengah-
engah seperti baru berlarian. Tapi, dia memang baru saja
EberlarianE mengejar nafsunya
bukan? Aku lalu duduk di
sampingnya. Aku biarkan dia
istirahat dulu, aku tidak ingin
terburu-buru meskipun nafsuku sudah sampai ke
ubun-ubun. Ini adalah yang
pertama baginya. Aku ingin
kepuasan untuk kami bedua.
"Kamu capek Nak? Pejumu tadi
benar-benar lezat Nak. Ibu sangat menikmatinya",
sanjungku tentang spermanya
yang aku telan tadi. Banu
hanya tersenyum saja
mendengar sanjunganku.
Setelah aku melihat Banu sudah mulai tenang, aku
dekatkan wajahku ke
wajahnya. Seperti sudah
mengerti yang aku maksud,
Banu juga mendekatkan
wajahnya ke wajahku. Mulut kami bersatu dan kami
berciuman. Aku buka sedikit
mulutku, bagitu juga Banu.
Lidahnya mulai masuk ke dalam
mulutku dan menyapu seluruh
rongga mulutku. Kedua lidah kami beradu, saling membelit
dan saling menjilat. Aku dekap
tubuhnya erat sedangkan Banu
memegang bagian belakang
kepalaku. Aku rasakan kedua
gunung kembarku bersentuhan dengan dada bidang milik Banu.
Banu berusaha menidurkan aku
di sofa sambil kedua tangannya
bergerilya di seluruh tubuhku.
Sekarang aku telentang di
sofa dan Banu berada di atas menindihku.
"Ludahi Ibu, Nak. Ibu haus.
Ludahi Ibu," pintaku kepada
Banu untuk memberikan air
ludahnya kepadaku.
Banu menjauhkan sedikit mulutnya dari mulutku. Mulut
Banu mengecap-kecap,
berusaha mengumpulkan air
ludah sebanyak-banyaknya.
Setelah dirasa cukup banyak,
Banu mendekatkan mulutnya kembali ke mulutku. Aku
membuka mulutku seperti ikan
yang megap-megap
kekurangan air. Perlahan Banu
membuka mulutnya. Aku dapat
melihat air ludah yang mengucur keluar dari mulut
Banu. Aku dekatkan mulutku
dan aku satukan mulutku
dengan mulut Banu. Aku
tampung semua air ludah yang
dikeluarkan oleh Banu. Aku katupkan mulutku lalu aku
kecap-kecap sebentar
kumpulan air ludah Banu yang
berada di mulutku lalu aku
menelannya. Aku dekap
kepalanya lalu kami berciuman kembali. Aku rasakan di bawah,
kontolnya kembali menegang.
Sesaat kemudian, aku lepaskan
dekapanku lalu aku dorong
tubuh Banu ke bawah.
"Buka celana dalam Ibu Nak. Ayo lakukan," aku meminta
Banu untuk membuka celana
dalamku.
Banu mendekatkan kedua
tangannya ke pahaku lalu
menarik celana dalamku ke bawah. Aku mengangkat
pantatku sedikit untuk
memudahkan dirinya
menelanjangiku. Tak sampai
hitungan menit, celana dalamku
sudah lepas dari tubuhku. Kini kami berdua sudah dalam
keadaan telanjang bulat.
Sekarang Banu benar-benar
terpana melihat pemandangan
paling indah yang tidak pernah
dilihat atau bahkan diimpikan sepanjang hidupnya. Di
hadapannya, sebuah vagina
yang bersih karena tidak ada
bulu-bulunya terpampang jelas
di depan matanya. Aku melihat
keragu-raguan di matanya. Seperti seorang guru yang
sedang mengajari muridnya,
aku dekatkan kepala Banu ke
vaginaku.
"Jangan bengong aja Nak. Cium
memek ibu, jilat memek Ibu. Lakukan apa saja Nak," aku
menyuruh Banu untuk
melakukan aksinya.
Tak lama, Banu mendekatkan
kepalanya ke vaginaku dan
mulai menciumi permukaan vaginaku. Aku mendesah pelan.
Lima menit setelah puas
menciumi seluruh permukaan
vaginaku, Banu mengeluarkan
lidahnya dan mulai menjilati
vaginaku. Aku merasakan permukaan yang kenyal dan
basah yang menyentuh
vaginaku. Perasaanku semakin
tidak karuan saja. Tangan
kananku berusaha membantu.
Dengan dua jari aku berusaha membuka vaginaku sehingga
sekarang tidak hanya
permukaanya saja yang
tersapu oleh lidah Banu, tetapi
lidah Banu juga mulai masuk ke
dalam vaginaku. Banu bahkan bisa menggigit-gigit kecil.
Nafasku semakin tidak
beraturan. Tanpa diperintah,
Banu memasukkan dua jari
tangan kanannya ke vaginaku.
Aku semakin tidak karuan saja. Dia mengocok-ngocok vaginaku
sambil tetap menjilatinya.
Pantatku bergoyang-goyang
tidak karuan. Tidak puas hanya
menjilati vaginaku saja, saat
pantatku terangkat Banu juga menjilati lubang pantatku. Aku
sebenarnya ingin melarangnya
karena itu menjijikkan tetapi
aku tidak sanggup karena
nafsu sudah menguasaiku.
Tidak sampai lima belas menit kemudian aku merasakan ada
dorongan kuat dalam diriku.
"Ahh.. Ibuu mauu keluuaar..
Naakk.." teriakku mendekati
orgasmeku yang pertama.
Serr.., ser.., air maniku muncrat keluar. Seakan tidak ingin
mengecewakan Ibunya, Banu
membuka mulutnya lebar-lebar
untuk menampung muncratan
air maniku. Beberapa
semprotan sempat mengenai wajahnya. Mulutnya
menggembung seakan tidak
muat menampung banyaknya
air maniku yang memang sudah
tidak keluar selama beberapa
hari. Aku mengira Banu akan menelan air maniku, tetapi
ternyata pikiranku salah.
Setelah yakin bahwa vaginaku
sudah tidak mengeluarkan mani
lagi, Banu mendekatkan
kepalanya ke kepalaku. Aku masih belum tahu apa
maksudnya. Tangan kanan
Banu memegang pipiku
memintaku untuk membuka
mulutku. Aku dapat menebak
apa maunya, dan entah mengapa aku mau saja
membuka mulutku lebar-lebar.
Banu membuka mulutnya
sedikit demi sedikit. Dan sedikit
demi sedikut pula, setetes demi
setetes air maniku yang sudah ditampung Banu di mulutnya
menetes ke mulutku. Aku
menerima tetesan demi
tetesan.
Tak lama, Banu mendekatkan
mulutnya dan menciumku dengan mulut yang sedikit
terbuka. Air mani yang sudah
berpindah tempat ke mulutku
dipermainkannya. Lalu Banu
membalik tubuhku sehingga kini
aku berada di atas tubuhnya sambil kedua mulut kami masih
tetap menyatu. Dalam posisi di
atas Banu, mau tidak mau air
maniku yang sudah berada di
mulutku kembali mengucur ke
mulutnya karena mulut kami berdua membuka. Tak menyia-
nyiakannya, kali ini Banu
langsung menelan semua air
maniku yang tadi kami buat
mainan di mulut kami berdua.
Ditelannya semua air mani itu tanpa sedikitpun yang tersisa
untukku.
"Aahh.. Segar sekali air mani
Ibu.. Enak Bu..," kata Banu
sambil tersenyum di sela
daesah nafasnya yang masih tidak teratur.
"Kamu suka Nak? Ibu senang
kalau kamu menyukainya. Peju
kamu juga enak kok," kataku
menimpali, sambil tersenyum
kepadanya. Tak berlama-lama, aku turun
ke bagian selangkangannya.
Aku pegang kontolnya yang
masih tegang seperti tiang
bendera. Aku pegang kontol
Banu dengan tangan kananku. Tidak menunggu lama, aku oral
lagi kontol Banu. Banu kembali
mendesah-desah mendapat
perlakuan itu lagi. Aku
memajumundurkan mulutku
yang sedang menghisap kontol anakku. Sepuluh menit
kemudian, aku minta Banu
untuk berdiri dari sofa. Aku
tidur telentang di sofa
menggantikan dirinya.
"Masukkan kontolmu sayang. Memek Ibu sudah pengen
ngerasain kontol gedemu,"
pintaku kepada Banu sambl
menyibakkan lubang vaginaku
untuk memudahkan penetrasi
yang akan dilakukan Banu. Banu memegang kontolnya dan
bersiap-siap untuk
mencobloskan ke vaginaku.
Diusap-usapkannya ujung
kontolnya di pintu masuk
vaginaku dan.. Breess.. "Aahh..," teriakku ketika kontol
gede itu menembus vaginaku.
Sleep.. Sleep.. Plok.., suara
kocokan kontol banu di
vaginaku.
"Enaakk.. Yaangg.. Teruss.. Kontolmu gede.. Naak.." aku
meracau tidak karuan.
Banu tidak berkata apa-apa.
Hanya desahan-desahan yang
semakin keras yang keluar dari
mulutnya. Keringat deras membasahi tubuhnya. Aku
pandangi wajahnya. Betapa
tampannya anakku ini, dalam
hati aku berpikir. Aku
menggoyangkan pantatku
untuk mengimbangi permainan Banu. Aku mengusap keringat
yang membasahi wajahnya
dengan kedua tanganku.
Mungkin ini adalah kasih
sayang seorang ibu.
Lima belas menit kemudian, aku meminta Banu untuk mencabut
kontolnya dari vaginaku. Banu
melakukannya walaupun
dengan keraguan. Lalu aku
memintanya untuk tidur
telentang di sofa. Setelah Banu tiduran, aku mengangkangi
selangkangannya. Aku pegang
kontol Banu, lalu aku mencoba
untuk mengepaskan ke lobang
vaginaku. Setelah aku rasa
tepat, aku turunkan pantatku dan.., Bleess..
Kontol Banu kembali memasuki
sarangnya. Aku
menaikturunkan tubuhku untuk
mengocok kontol Banu. Kedua
gunung kembarku bergoyang naik turun seperti mau lepas.
Aku pegang tangan Banu dan
aku arahkan ke payudaraku.
Banu sudah mengerti apa yang
aku mau. Sambil menggerakkan
pantatnya naik turun menyambut vaginaku, kedua
tangan Banu bergerak aktif
meremas-remas payudaraku.
Hal ini semakin menambah
rangsangan buatku dan..
Seerr.. Seer.. Seerr.., aku mengalami orgasme yang
kedua. Tetapi Banu tampaknya
tidak peduli dengan itu. Dia
tetap saja menaikturunkan
pantatnya. Aku biarkan saja
dia meski sebenarnya aku ingin istirahat.
"Bu, ganti posisi donk, Ibu
turun dulu," kali ini Banu yang
meminta untuk berganti posisi.
Aku lepaskan jepitan vaginaku
yang basah karena sudah orgasme. Banu berdiri dari
sofa.
"Sekarang Ibu berdiri
menghadap sofa, lalu
berpegangan ke sofa," pinta
Banu. Aku yang masih tidak mengerti
apa maksudnya mengikuti saja
apa maunya. Setelah aku
berposisi menungging sambil
berpegangan ke sofa, Banu
memasukkan kontolnya ke vaginaku dari belakang.
"Aahhggh.. Hebatt.. Kamu
naakk..", aku menjerit lagi.
Kali ini dengan posisi yang
belakangan aku ketahui
bernama "Doggy Style" kami berdua melanjutkan EolahragaE
seks kami. Dari belakang Banu
meremas-remas dan
mengusap-usap pantatku.
Ruangan ini dipenuhi dengan
suara-suara erotis yang menandakan dua insan sedang
beradu kenikmatan. Tak hanya
meremas pantatku, dari
belakang Banu juga meremas-
remas kedua payudaraku. Aku
pun tidak mau kalah. Vaginaku meremas-remas kontolnya
yang sedang berada di
dalamnya. Pantatku pun tidak
mau tinggal diam. Aku
memutar-mutar pantatku
untuk menambah sensasi yang dirasakan oleh Banu. Rupanya
apa yang aku lakukan itu
membuat pertahanannya
runtuh juga. Aku pun tidak
bisa lagi menahan orgasmeku
yang ketiga. "Sayaangghh Ibu mau keluaarr
laggii..," aku menjerit keras
ketika aku merasakan akan
orgasme untuk yang ketiga
kalinya. Seerr.. Seerr.. Aku
merasakan vaginaku basah oleh air maniku sendiri.
"Buu.. Aku juugaa mauu
keluaarr..," teriak Banu.
Mendengar itu aku segera saja
meminta Banu untuk mencabut
kontolnya. "Cabut kontolmu sayang.. Ibu
mau minum air pejumu lagi..,"
aku memintanya.
Banu segera mencabut
kontolnya. Aku segera saja
berbalik dan memasukkan kontolnya ke mulutku. Aku
tidak peduli dengan air maniku
yang masih menempel di
kontolnya. Toh, rasanya juga
enak. Sepuluh menit aku
mengocok kontolnya dalam mulutku dan..
Croot.. Croot.. Croot.., sperma
Banu menyemprot ke dalam
rongga mulutku. Tidak
sebanyak yang pertama
memang, tapi aku tidak peduli. Semua sperma yang
disemprotkan kontol Banu aku
telan. Gurih dan wangi. Aku
semakin menyukai rasa sperma
dari anak-anakku. Setelah
kontolnya tidak lagi mengeluarkan sperma, aku jilati
kontolnya untuk
membersihkannya.
Banu lalu duduk di sofa dengan
nafas yang tidak karuan. Aku
memandangnya, dan dia pun memandangku. Aku tersenyum
kepadanya, begitu juga dia.
Aku suruh dia mendekat. Aku
peluk dia seperti seorang
kekasih yang lama tidak
bertemu. "Terima kasih Nak. MaEaf, Ibu
melakukan ini kepadamu. Kamu
suka?" aku bertanya
kepadanya.
"Banu bahagia sekali meskipun
Banu tidak tahu mengapa Ibu melakukan ini. Tapi Banu tidak
peduli. Banu sayang sama Ibu,"
jawab Banu sambil tersenyum.
"Tapi, bolehkah Banu
melakukan ini lagi sama Ibu?"
tanya anakku itu. Aku tersenyum mendengar
pertanyaannya. Toh, ini semua
aku yang memulai.
"Tentu saja sayang. Kapanpun
kamu mau, selama tidak ada
orang," jawabku sambil mengelus kepalanya.
Selama kedua saudaranya
tidak ada di rumah, aku dan
Banu terus melakukan
hubungan sedarah itu. Kami
melakukannya di tempat tidur, di dapur, di kamar mandi di
mana saja asal memungkinkan.
Aku pasti akan menceritakan
kelanjutan hubungan yang kami
lakukan selama kedua
saudaranya tidak ada di rumah dalam tulisan selanjutnya.
Dan setelah kedua saudaranya
pulang, ada satu kejutan besar
yang aku lakukan. Aku
menceritakan kepada mereka
bertiga bahwa aku sudah bersebadan dengan ketiganya.
Walau sangat terkejut mereka
dapat menerimanya
Created at 2014-12-15 14:36:46
Back to posts
UNDER MAINTENANCE
Hahah sepele