Menjadi Wanita Panggilan
Ini adalah kisah nyata dalam
perjalanan hidupku, terjadi
sebelum akhirnya nasib
mempertemukan aku dengan
suamiku sekarang ini.
Namaku Lily, waktu itu umurku 26 tahun, sebagai seorang
gadis panggilan tentu banyak
pengalaman sexual yang aku
alami dari bermacam umur,
golongan, pangkat, tingkah
laku, gaya hidup bahkan perlakuan sex.
Postur tubuhku yang 167 cm,
berat 50 dan ukuran 36B,
ditambah kulit tubuhku yang
putih mulus, mata agak sipit
seperti gadis chinesse, wajah cantik mirip Cornelia "Sarah"
Agatha (kata orang sih), tentu
tidaklah sulit bagiku untuk
mendapatkan "Tamu" bahkan
lebih sering menolak, daripada
mencari. Penampilanku memang layaknya
Chinese apalagi lingkungan
pergaulanku juga kalangan
Chinese di kota Surabaya,
maka 90% tamu-ku adalah dari
kalangan Chinese, sisanya yang sepuluh persen adalah para
penggede Orde Baru, pejabat,
anak pejabat, bahkan cucu
pejabat, baik pejabat local
maupun pusat, menteri dan
anak anaknya, bahkan aku pernah melayani Pak Menteri
dan anaknya dalam satu hari,
perwira tinggi bahkan Jendral,
Gubernur, suami artis ternama
dan tak ketinggalan sang cucu
dari Cendana, ada yang masih menjabat hingga tahun 2002 ini
tapi banyak yang sudah
pensiun, sedang di sidang,
bahkan sudah berada di
penjara.
Memang pangsa pasarku adalah golongan atas, sesuai
dengan penampilanku yang high
class, tentunya tariff yang aku
kenakan juga sudah pasti
angka 7 digit bahkan bisa 8
digit kalau menginap atau harus ke luar kota, tapi dari
para tamu memang harga
segitu sepadan dengan servis
yang aku berikan, terbukti
hampir 95% dari tamu adalah
pelanggan lama, memang aku membatasi dan sedikit pemilih
dalam melayani tamu, karena
disamping masalah uang tapi
juga selera, tujuannya adalah
untuk mendapatkan kepuasan
dalam sex maupun financial, yang pasti aku berusaha
supaya bukan tamu-ku saja
yang puas tapi aku juga bisa
mendapatkan kepuasan.
Aku biasa melayani tamu dan
panggilan short time 2-4 kali dalam sehari, belum lagi yang
sampai menginap di hotel
berbintang, bisa dibayangkan
berapa kocek yang mengalir
dalam kantongku, tapi seperti
kata pepatah "Easy come easy go", uang mengalir masuk
dengan mudahnya dan mengalir
keluar dengan mudahnya pula
dalam arena perjudian, tapi
aku tidak pernah terlibat
dalam drug, memakai sekali kali sih oke, itupun atas paksaan
tamu.
Aku banyak memenuhi
keinginan fantasy sexual para
tamu, baik hanya berdua
maupun bertiga, berempat tergantung kemauan para
tamu, tapi dengan kelihaian
rayuanku aku bisa memaksa
para tamu untuk bercinta two
in one atau three in one, yang
one adalah aku, ini lebih sering terjadi dari pada aku bagian
dari two atau three.
Banyak tamu yang ingin
menjadikanku simpanannya
bahkan jatuh cinta dan ingin
menjadikanku simpanan bahkan istri kedua, tapi tak ada yang
kutanggapi, karena
pertimbanganku saat itu
adalah dari sisi materi aku
mendapat jauh lebih banyak
sedangkan dari sisi sexual aku bisa menikmati dari tamu tamu
yang memang aku seleksi, jadi
belum ada alasan yang kuat
untuk meninggalkan kehidupan
ini, disamping itu aku sudah
trauma ketika menjadi simpanan seorang pengacara
Chinese saat pertama menjalani
kehidupan ini. Ternyata
freelance tidak terikat pada
satu GM membuat aku bisa
menentukan pilihan tamu yang aku terima maupun aku tolak
dengan berbagai alasan.
Saat pertama kali aku terjun
ke dunia ini atas bujukan
seorang GM terkenal di
Surabaya saat itu, namanya dikenal dengan Om Lok. Dia
menempatkan aku di hotel
berbintang di daerah Gunung
Sari Surabaya, stand by di
kamar menunggu tamu datang.
Dalam posisi seperti itu aku tidak berdaya untuk menolak
tamu kiriman Om Lok yang
kebanyakan memang sudah
seusia papaku, maklum dengan
tariff setinggi itu tentu hanya
orang berkantong teballah yang mampu "Membeli"
tubuhku, untuk short time saja
sudah di atas US$ 2500 tentu
bukan sembarang kelas yang
mampu, padahal pelayananku
saat itu masih biasa saja, maklum dari ibu rumah tangga
langsung terjun ke dunia
seperti ini, tapi toh banyak
tamu yang mengulang dan
mengulang lagi, sehari aku rata
rata bisa menerima tamu rata rata 2-3 kali. Kujalani kontrak
dengan Om Lok selama satu
bulan, karena porsi
pembagiannya tidak seimbang
antara dia dan aku, maka aku
mulai dengan berjalan sendiri alias freelance.
Dikalangan para Germo (GM)
maupun rekan seprofesi
"Simatupang" (SIang MAlam
Tunggu PANGgilan) aku lebih
dikenal dengan sebutan Lily Panther, karena aku memakai
mobil Phanter, hasil kerja
kerasku selama sebulan
dibawah "Management" Om
Lok, bagi para rekan, GM, atau
ex-tamu yang mungkin masih mengenalku kita bisa
berkomunikasi via e-mail.
Cerita cerita sex yang aku
kirim adalah penggalan catatan
harianku selama menjalani
kehidupan sebagai "Call girl", nama dan tempat aku
samarkan tapi tidak jauh dari
yang sebenarnya, cerita non
sex yang banyak aku alami
tidak aku ceritakan, karena
tidak akan menarik penggemar cerita sex.
Sang Pengacara
Tamu pertama saat aku
menjalani profesi ini adalah
seorang pengacara Chinese
dari Jakarta yang sedang menangani kasus di Surabaya,
namanya HW, aku biasa panggil
dia Koh Wi, berumur sekitar 50
tahun dan dialah orang yang
akhirnya dengan kekuatan
kepengacaraannya memutuskan kontrakku dengan Om Lok dan
menjadikan aku sebagai
simpanannya selama 3 bulan
sebelum akhirnya aku tak
tahan dan melepaskan diri dari
ikatannya, dengan segala resiko yang harus aku
tanggung.
Orangnya kelihatan tidak
ramah, wajahnya kurang sedap
dipandang, tapi apa dayaku,
aku tak kuasa menolak karena memang tak boleh menolak
setiap tamu yang dikirim Om
Lok, padahal melihat wajahnya
saja aku sudah ketakutan,
habis seram sih, tapi itulah
konsekuensinya. Setelah Om Lok mengenalkan
kami lalu dia meninggalkan aku
berdua dengan Koh Wi, ada
rasa tegang dan canggung
berdua di kamar dengan orang
asing, apalagi yang bertampang seperti Koh Wi, sungguh aku
gugup dibuatnya.
Untunglah Koh Wi mengetahui
kecanggunganku, sebagai tamu
pertamaku dia cukup "Berjasa"
membimbingku dalam menghadapi tamu berikutnya,
menumbuhkan rasa percaya
diriku. Tahu bahwa dia adalah
tamu pertamaku, maka Koh Wi
tidak langsung tubruk, dia
cukup sabar dan telaten mengajariku.
Perlu dicatat, meski aku
dibawah "Penguasaan" Om Lok,
tapi hubungan aku dan dia
sebatas hubungan bisnis, tak
ada paksaan untuk melayaninya, jadi Koh Wi adalah
orang kedua yang akan
menikmati kehangatan tubuhku
setelah suamiku dan dia akan
kembali mem-perawan-I ku,
karena sudah hampir 2 tahun sejak aku cerai belum pernah
bercinta lagi.
Setelah ngobrol beberapa saat
untuk mencairkan suasana, Koh
Wi mendekatiku, menuntunku
ke ranjang, jantungku berdetak keras ketika dia
memelukku, kupejamkan
mataku saat dia mulai mencium
pipiku, kurapatkan bibirku
ketika dia mulai mencoba
mencium bibirku, aku mengangis dalam hati ketika tangannya
mulai menjamah dadaku.
Ternyata Koh Wi memang
benar benar seorang yang
sabar, merasa tidak mendapat
respon yang semestinya, dia menghentikan aksinya,
bukannya marah tapi dia malah
tersenyum melihat keluguanku.
Kembali kami ngobrol, kali ini di
atas ranjang, dia memang
pandai membawa suasana hingga aku merasa akrab
dengannya. Dia lalu menciumku,
aku tetap memejamkan
mataku, tapi ketika dia
mencium bibirku, aku mulai
membuka bibirku meski dengan tetap mata tertutup. Aku mulai
membalas ciuman bibirnya
ketika tangan Koh Wi
menjamah dan mengelus
dadaku, napasku mulai turun
naik, maklum sudah 2 tahun tidak terjamah laki laki. Tanpa
melepaskan ciumannya, Koh Wi
mulai meremas remas buah
dadaku, tanganku dibimbingnya
ke selangkangannya, tak
berani aku menggerakkan tanganku itu, kurasakan
ketegangan di balik celananya,
kembali tanganku dipegangnya
dan diusap usapkan pada
kejantanannya yang sudah
tegang. Ciuman Koh Wi sudah berpindah
ke leherku, kurasakan kegelian
yang sudah lama tidak
kurasakan lagi, tangan Koh Wi
sudah berpindah ke pahaku,
gaun panjangku yang berbelahan hingga ke paha
lebih memudahkan jelajah
tangannya di sekitar paha
hingga ke pangkalnya. Aku
hanya menengadahkan
kepalaku menikmati ciuman di leher dan usapan di pahaku,
tanganku sudah berani
mengusap dan meremas
kejantanannya dari luar. Desis
tertahan bercampur malu tak
sadar keluar dari mulutku, aku sudah terhanyut dalam buaian
lembut Koh Wi.
Tangan kiri Koh Wi yang dari
tadi menjelajah di dadaku,
sudah berhasil membuka
resliting di punggungku dan menarik ke bawah hingga
tampaklah bra biru tua
berenda, secara reflek aku
menutupi dadaku dengan
kedua tanganku, Koh Wi
tersenyum melihat reaksiku, kembali tanganku dibimbing ke
selangkangannya, kali ini dia
membuka ikat pinggang dan
reslitingnya, tanganku
dibimbingnya masuk ke dalam
celananya hingga aku bisa menyentuh batang
kejantanannya yang menegang
keras meski dengan sedikit
gemetar.
Koh Wi kembali menciumi leher
dan pundakku, tangannya sudah kembali menjelajah di
dadaku, mengelus dan
meremas, lalu diselipkan di balik
bra-ku, dia mendapatkan yang
dia cari, putingku yang masih
kemerahan segera dipermainkan dengan jarinya
sambil meremas buah dadaku.
Aku mendesis tertahan, tali
bra-ku sudah merosot ke
lenganku, dan tak lama
kemudian terlepaslah bra itu dari tubuhku, aku ingin
menutupi lagi dengan tanganku
tapi dia mencegahnya, mukaku
terasa panas memerah, malu
karena harus memperlihatkan
buah dadaku di depan orang yang baru kukenal belum satu
jam yang lalu. Tapi Koh Wi tak
memberiku kesempatan lebih
lama, mencium leherku dan
turun ke dadaku, dijilatinya
sekujur buah dadaku dan berakhir pada kuluman di
putingku yang kecil kemerahan.
"Aaahh.. sshh.. sshh" aku tak
bisa menahan desah
kenikmatan lebih lama lagi.
Tanganku segera mencari batang kejantanan Koh Wi,
betapa terkejut ketika kuraih
dan kugenggam, begitu besar
rasanya, sepertinya jauh lebih
besar dari punya suamiku dulu.
Kuluman dan remasan Koh Wi begitu nikmat kurasakan
setelah sekian lama hampa, dia
berhasil menghanyutkanku
kedalam buaiannya lebih jauh,
hingga tak kusadari aku
secara refleks menarik keluar batang kejantanannya dan
mengocoknya, ternyata hal ini
membuat kuluman dan remasan
Koh Wi makin menggairahkan,
maka semakin cepat kukocok
penisnya. Jujur saja ini adalah penis kedua yang aku pegang
setelah suamiku.
Ketika kulihat penis itu,
sungguh aku terkejut,
ternyata benar dugaanku ini
penis itu jauh lebih besar bahkan mungkin dua kali lebih
besar dari suamiku, agak
gugup juga aku ketika
membayangkan bahwa penis
sebesar itu akan segera masuk
ke vaginaku yang sempit. Tapi aku tak sempat gugup lebih
lama lagi ketika Koh Wi
merebahkan tubuhku di
ranjang, dia melepas gaunku
hingga tinggal celana dalam
ungu yang mini. Koh Wi melepas pakaiannya hingga telanjang,
kuperhatikan penisnya yang
besar menggantung tegang di
antara kakinya, perutnya yang
gendut dan dada sedikit
berbulu, dia langsung menghampiriku, mencium pipiku,
menjilati putingku sambil
tangannya menyelip dibalik
celana dalamku, mulai
mempermainkan daerah
vaginaku, tak lama kemudian celana dalamku sudah terlepas,
masih ada rasa risih
bertelanjang di kamar berdua
dengan orang asing.
Jilatan Koh Wi sudah menyusuri
perutku, aku kaget ketika ternyata dia mulai menjilati
vaginaku, belum pernah aku
diperlakukan seperti ini oleh
suamiku dulu.
"Jangan Koh, jangan, aku
belum pernah, nggak usahlah" teriakku terkaget sambil
mendorong kepalanya menjauh
dari selangkanganku memberi
perlawanan.
"Percaya deh, kamu pasti
suka, kalau udah tahu rasanya pasti ketagihan" katanya
langsung membenamkan
kepalanya di selangkanganku,
perlawananku terhenti ketika
lidahnya mulai menyentuh
klitoris dan bibir vagina, berganti dengan desahan
desahan kenikmatan. Dia
mempermainkan lidahnya di
vaginaku dengan begitu gairah,
kuremas remas rambutnya,
aku semakin terbuai dalam permainannya. Kurasakan
kenikmatan yang belum pernah
kurasakan bahkan
kubayangkan seumur hidupku,
suamiku tak pernah
melakukannya karena kuanggap hanya pantas
dilakukan di film porno, tapi
kini aku mengalaminya.
"Sshh.. sshh.. sshh.. ssuddaah
aahh" desahku, tak tahan
menahan kenikmatan yang baru kualami.
Kutarik rambutnya ke atas
untuk menghentikan permainan
lidahnya, tapi dia tetap
melanjutkan sambil
mempermainkan putingku, aku semakin tak karuan terhanyut
dalam kenikmatan. Untunglah
dia segera menghentikannya
dan telentang di sampingku,
masalah lain kemudian timbul
ketika dia minta aku mengulum kejantanannya, aku berusaha
untuk menolak, baru sekali aku
melakukan dengan ex-suamiku,
itupun setelah dipaksa dan aku
tak mau melakukan lagi, terlalu
menjijikkan bagiku, sepertinya hanya ada di film porno.
Koh Wi tetap memaksaku,
meski tidak dengan fisik tapi
ucapannya memaksaku
melakukan itu, dengan penuh
keraguan kupegang dan kujilat kepala penisnya yang basah,
berulang kali aku meludah di
sprei karena lendir di penis itu,
terasa asin dan asing bagiku,
ingin muntah rasanya. Sekali
lagi aku harus mengakui kesabaran Koh Wi dalam
"Membimbingku", begitu sabar
dia memberi arahan dan
rayuan hingga aku tak tega
karena dia sudah
melakukannya padaku, dengan menahan segala perasaan
masuklah kepala penis itu ke
mulutku, makin lama makin
dalam penis itu di dalam
mulutku, meski berkali kali aku
harus mengusap ludahku dengan sprei, ini adalah penis
kedua yang masuk mulutku.
Seringkali kurasakan gigiku
menggesek penis itu, tapi Koh
Wi tetap mendesah desah
membuatku ikut bergairah, aku masih belum tahu bagaimana
memperlakukan penis itu di
mulutku kecuali keluar masuk
menggesek bibir dan terkadang
gigiku.
Akhirnya Koh Wi merebahkanku kembali di ranjang, dia
berjongkok di antara kakiku,
kembali jantungku berdegup
kencang, ada perasaan tidak
karuan berkecamuk di dadaku
ketika dia mulai mengusapkan penisnya ke bibir vaginaku,
disini, di ranjang ini dengan
orang ini aku pertama kali
harus menyerahkan harkat
kehormatanku sebagai seorang
wanita, inilah tonggak awal sejarah kehidupanku, inilah
saat aku mengawali profesiku,
inilah saat mulai menyerahkan
tubuhku pada siapapun yang
mampu membayarku, inilah
saatnya aku mulai belajar menikmati sex dengan siapapun
tanpa ada rasa cinta yang
selama ini aku agung agungkan
dan inilah saatnya aku
memendam segala perasaan
demi kepuasan orang yang membayarku, tanpa kusadari
air mata menetes dari ujung
mataku, segera kusapu dengan
tanganku, aku tak mau Koh Wi
melihatnya.
Perlahan lahan kejantanan Koh Wi menembus vaginaku yang
sudah lebih 2 tahun tidak
tersentuh, kurasakan rasa
nyeri ketika penis itu masuk
makin dalam, teringat saat
pertama kali berhubungan sex waktu perawan dulu. Dengan
penis Koh Wi yang besar itu
rasanya bibir vaginaku seperti
tersobek, makin lama makin
dalam hingga semua tertanam,
penis Koh Wi serasa memenuhi vaginaku. Aku memejamkan
mataku sambil menggigit
bibirku, tak berani
menggerakkan kakiku, begitu
besar seolah mengganjal bagian
dalam tubuhku, untungnya Koh Wi cukup berpengalaman, dia
mendiamkan sejenak, meraba
raba dan meremas remas buah
dadaku untuk memberikan
perasaan santai, semakin
tegang maka otot vaginaku semakin mencengkeram erat.
Pelan pelan dia menarik keluar
lalu pelan pula dia mendorong
masuk kembali, begitu berkali
kali hingga akhirnya rasa nyeri
berubah menjadi nikmat, setiap gerakan penisnya di vaginaku
menimbulkan kenikmatan
bagiku, apalagi sudah 2 tahun
aku tidak berhubungan sex.
Vaginaku sudah mulai basah
hingga Koh Wi mulai mempercepat kocokannya, aku
sudah mulai mendesis dan
mendesah kenikmatan, sungguh
kenikmatan yang sudah lama
tidak kurasakan, terlupakan
sudah air mata yang sempat menetes, kulupakan sudah
harkat ke-wanitaanku, dan
terlupakan sudah dengan siapa
aku sekarang sedang bercinta.
Dengan lihainya dia memberiku
rangsangan kenikmatan yang lain, tangannya mengelus
pahaku, meremas buah dadaku,
mengulum putingku, mencium
bibirku, mengulum telingaku,
semua dilakukan tanpa
menghentikan kocokannya, membuat aku makin menggeliat
geliat dalam kenikmatan.
Aku sudah melupakan bahwa
aku sedang bercinta dengan
orang asing yang baru aku
kenal satu jam yang lalu, aku sudah melupakan bahwa aku
tidak mencintai orang ini, aku
sudah melupakan bahwa orang
ini usianya sebaya dengan
papaku, bahkan aku sudah
melupakan bahwa aku sedang bercinta dengan istri orang,
bahkan aku sudah tak sadar
bahwa aku sudah mulai
menikmati bercinta tanpa
feeling apapun kecuali berdasar
uang, yang aku ingat hanyalah aku sedang mengarungi lautan
kenikmatan bersama orang
yang membayarku untuk
mendapatkan kenikmatan
dariku.
Koh Wi sudah tengkurap di atasku, dia memelukku erat,
aku sudah bisa merasakan
kenikmatan kocokannya, aku
sudah bisa membalas ciuman
bibirnya dengan penuh gairah,
kakiku sudah melingkar di pinggulnya membuat penisnya
makin dalam melesak dalam
vaginaku. Keringat Koh Wi
sudah membasahi sekujur
tubuhku, waktu seolah berjalan
begitu lambat, sepertinya sudah setengah jam dia
mengocokku, tanpa kusadari
aku terbawa dalam kenikmatan
yang dalam menuju puncak
kenikmatan, dan orgasme lebih
dulu daripada Koh Wi, tubuhku menegang, kupeluk erat tubuh
Koh Wi kemudian otot vaginaku
berdenyut dengan kerasnya,
aku menjerit dalam
kenikmatan, kualami orgasme
pertama setelah dua tahun aku melupakan bagaimana
nikmatnya orgasme, mataku
tetap terpejam, aku takut
membuka mataku seakan takut
terbangun dari mimpi indah,
sesaat Koh Wi menghentikan gerakannya tapi kemudian dia
mengocok lagi dengan tempo
lebih cepat, aku mendesah
atau lebih tepatnya menjerit,
belum pernah aku mengalami
orgasme seperti ini. Ex-suamiku biasanya akan
menghentikan gerakannya dan
menikmati saat orgasmeku
bersama sama, tapi Koh Wi lain
lagi, dia malah mempercepat
saat otot vaginaku berdenyut dengan hebatnya, sungguh
pengalaman baru bagiku,
ternyata justru jauh lebih
nikmat, ini diluar bayanganku
semula.
Tak lama kemudian Koh Wi mengikutiku orgasme, dia
menanamkan penisnya dalam
dalam dan menekan ke
vaginaku, kurasakan penisnya
mengembang membesar di
dalam lalu menyemprotkan spermanya di vaginaku,
denyutan dan semprotan itu
begitu kuat menghantam
dinding vaginaku, aku kaget
dan menjerit kecil menerima
semprotan itu, tak kusangka dia bisa menyemprot sekuat
itu, menimbulkan kenikmatan
tersendiri pasca orgasme,
kunikmati denyutan demi
denyutan, kurasakan denyutan
orgasme dari penis kedua dalam hidupku, sperma kedua
yang menyirami rahim dan
vaginaku.
Koh Wi menelungkupkan
tubuhnya yang penuh peluh di
atas tubuhku, napas kami berpacu dalam kenikmatan,
kurasakan perutnya yang
gendut menekan perutku
hingga aku agak kesulitan
bernapas, kudorong dia hingga
telentang di sampingku. Kami berdua terdiam, aku
merenungkan kejadian ini, baru
saja aku bercinta dengan tamu
pertama dalam profesiku, kini
aku sudah resmi menjadi
seorang pelacur, kini aku harus siap melayani setiap orang
yang mampu membayar
pelayananku tanpa ada hak
memilih, kini aku harus bisa
memuaskan tamuku dengan
cara apapun, kini aku harus bisa memuaskan diriku sendiri
disamping tugas utamaku
memuaskan tamuku, kini aku
harus berusaha membuat
tamuku kembali, kini aku harus
siap menanggung segala resiko yang timbul akibat pekerjaanku
ini, kini aku harus bisa bercinta
tanpa mempertimbangkan rasa
cinta atau rasa suka, dan
banyak lagi keharusan lain
yang harus aku siapkan. "Gila Ly, seperti bercinta
dengan perawan, kencang
banget" komentar Koh Wi
memecahkan kebisuan diantara
kami.
"Habis punya Koh Wi gede buanget, seperti saat perawan
dulu, mungkin lecet kali"
"Nggak rugi deh aku merawani
kamu"
Sebenarnya aku mau mengaku
bahwa aku sangat menikmati percintaan barusan setelah
dua tahun tidak bercinta, tapi
aku malu mengatakannya.
Tak lama kemudian telepon
berbunyi, ternyata dari Om
Lok, dia menanyakan apakah sudah selesai atau Koh Wi mau
tinggal lebih lama alis
memperpanjang, kuberikan
telepon itu ke Koh Wi, entah
apa yang mereka bicarakan
aku tak tahu lagi karena kutinggalkan Koh Wi ke kamar
mandi untuk mencuci tubuh
dan vaginaku dari sperma dan
keringatnya, ada rasa jijik
melihat spermanya, begitu juga
dengan aroma keringatnya, tapi kutahan perasaan itu.
"Ly, aku ingin lebih lama tinggal
tapi aku harus menjemput
istriku di Juanda, terus terang
aku sangat sangat sangat
puas, mungkin besok aku kesini lagi" katanya ketika aku
keluar dari kamar mandi sambil
mengenakan kembali
pakaiannya, sebenarnya aku
tak peduli dia mau kesini apa
enggak, aku berharap mendapat tamu yang lebih
bagus dari dia.
Koh Wi memberiku tip beberapa
ratus dolar sebelum
meninggalkan kamar, kuhitung
ada sepuluh lembar berarti hampir 2,5 juta (kurs saat itu
sekitar 2400), aku tercenung
di kamar sendirian sambil
menggenggam dolar pemberian
Koh Wi, begitu mudah
mendapatkan uang dalam bisnis ini, belum lagi yang aku terima
nanti dari Om Lok, aku mulai
membayangkan manisnya
profesi ini, disamping materi
aku bisa mendapatkan
kepuasan sex. "Sudah dapat nikmat masih
dibayar lagi" pikirku.
Si Ceking
Aku masih menggenggam dolar
itu dan dalam keadaan
telanjang ketika Om Lok masuk ke kamar, sepertinya Koh Wi
tidak menutup pintu dengan
benar hingga bisa dibuka dari
luar.
"Simpan uang itu, jangan
dihambur hamburkan" kata Om Lok sambil matanya melototi
tubuh telanjangku.
Aku segera menutup tubuhku
sebisanya dan menyamber
selimut yang ada di ranjang
untuk menutup tubuhku, itEs not for free. Om Lok datang
membawa VCD Player dan
beberapa disc, bisa diduga
semua itu adalah film porno.
Disamping itu dia membawa
makanan kesukaanku yang pasti tidak tersedia di hotel ini.
Aku dan Om Lok sebenarnya
adalah tetangga, karena itu
dia tahu dengan pasti saat
aku bercerai dengan suamiku,
hampir setahun dia membujukku untuk pekerjaan
ini sebelum akhirnya aku
menerimanya.
"Jam empat nanti akan ada
tamu lagi, bersiaplah" kata Om
Lok sebelum meninggalkan kamar, berarti masih ada
waktu dua jam bagiku untuk
istirahat dan bersiap.
Sambil tetap telanjang aku
nikmati makanan kesukaanku,
kuamati ranjang tempat aku pertama kali menyerahkan
kehormatanku ke Koh Wi,
tetap berantakan seperti saat
Koh Wi meninggalkan kamar,
beberapa bercak basah
tampak di sprei, entah keringat entah sperma aku
tidak tahu pasti. Selesai makan
kurapikan sprei dan aku
tiduran sambil nonton VCD
bawaan Om Lok tadi, aku
terhanyut menikmati film itu, tak terasa Disc kedua sudah
aku putar hingga kusadari
sudah hampir setengah empat,
berarti aku harus bersiap
menyambut kedatangan
tamuku. Segera aku mandi
menyegarkan badan dan
terutama untuk menghilangkan
bau keringat Koh Wi yang
mungkin masih menempel di
tubuhku. Sesuai pesanan tamuku, kukenakan pakaian
yang sexy, gaun panjang
merah dengan punggung
terbuka hanya bergantung
pada ikatan di leherku, sengaja
kukenakan bra strapless untuk menyesuaikan dengan model
gaun itu, belahan kaki hingga
jauh di atas paha, potongan
model pakaian yang ketat
hingga tampak tonjolan buah
dadaku, kusemprotkan Issey Miyake di leher dan dadaku,
kukenakan make up tipis
penghias wajahku, kini aku
sudah siap untuk menerima
tamu kedua.
Agak deg deg-an dan penasaran aku menunggu,
seperti apakah tamuku ini?,
seperti apakah orang yang
akan menikmati kehangatan
tubuhku kali ini?, seperti
apakah permainan sex-nya? apakah dia sesabar Koh Wi
tadi? Berjuta pertanyaan
bergelayut di pikiranku, aku
tidak berani berharap terlalu
banyak akan tamuku, aku
Cuma akan berusaha sedapat mungkin memuaskan tamu dan
sedapat mungkin juga
mendapatkan kepuasan.
Pukul 4:10 sore tamuku
datang, seorang cina lagi,
usianya aku taksir hampir mendekati 50 tahun, tubuhnya
yang ceking tetapi buncit dan
berkacamata, entah minus
berapa dia tapi kelihatannya
cukup tebal. Sungguh jauh dari
kesan romantis dan menyenangkan.
Namanya Rudi, kupanggil dia
Koh Rudi, kubiasakan memanggil
tamuku dengan Koh supaya
tidak terkesan tua.
Aku sudah bisa menguasai diri, karena pembawaanku memang
supel maka kini tak terlalu
canggung bersama Koh Rudi
berdua di kamar. Setelah
berbasa basi mengakrabkan
suasana, dia menarikku ke pangkuannya, tangannya
langsung meraih buah dadaku
karena memang terlihat
montok mengundang, diremas
remasnya sambil menciumi
leherku, kembali rasa risih menyelimuti batinku, aku duduk
dipangkuan Koh Rudi yang baru
kukenal setengah jam yang lalu
sambil menjamah dan
menggerayangi sekujur
tubuhku. Untuk menutupi rasa risih itu aku pura pura
mendesis ke-enak-an, wajah
Koh Rudi sudah diusap usapkan
ke buah dadaku yang menonjol
dengan gemas, tangannya
mulai menggerayangi pahaku dari belahan paha gaun
merahku.
Melihat Koh Rudi langsung
melakukan manuver, akupun
melakukan hal yang sama,
"Lebih cepat lebih baik" pikirku, sambil mulai membuka kancing
bajunya.
Koh Rudi sudah membuka
resliting di punggungku ketika
bajunya sudah terlepas dari
tubuhnya, terlihat tulangnya yang terbungkus kulit, dan
perut buncitnya yang menonjol.
Gaunku sudah merosot hingga
ke lengan, buah dadaku yang
terbungkus bra biru berenda
sudah tampak menantang, kembali Koh Rudi membenamkan
wajahnya di antara kedua
bukitku, agak risih juga aku
diperlakukan seperti itu,
tangannya sudah sampai di
selangkangan dan mempermainkan vaginaku dari
luar celana dalam, aku semakin
risih, kututupi dengan ke-pura
pura-anku mendesis, kubelai
rambutnya yang sudah banyak
memutih. Dia mengluarkan bukitku dari
sarangnya, langsung Koh Rudi
mendaratkan bibirnya di
putingku yang masih memerah
mungil, dikulumnya puting itu
dengan penuh nafsu sambil mempermainkan lidahnya. Ada
sedikit kenikmatan menjalari
tubuhku, tangan Koh Rudi
menyelinap di balik celana
dalamku, mempermainkan
klitorisku, kupejamkan mataku, aku tak mau melihat wajah
"Anehnya". Bra-ku sudah
terlepas menutupi buah
dadaku, "Gila bagus amat,
kencang lagi" katanya ketika
melihat sepasang buah dadaku yang sudah telanjang, langsung
kembali mengulumnya, dari satu
puting ke puting lainnya.
Jari tangan Koh Wi sudah
menyusup di liang
kenikmatanku, aku merasa geli dan risih dengan perlakuannya,
ingin aku teriak marah tapi
tak mungkin kulakukan, maka
kulampiaskan dengan desis
kepura-pura-an.
"Aku ingin merasakan vaginamu yang masih segar di hari
pertamamu bekerja" bisiknya
ketika menciumku.
Tanpa menunggu jawabanku,
dia langsung memintaku duduk
dan jongkok di antara kakiku, dia adalah orang kedua dalam
hidupku yang jongkok di
selangkanganku dan dengan
bebasnya melototi bagian
kewanitaanku yang selama ini
aku jaga, aku jadi malu dan marah, apalagi setelah dia
melepas celana dalamku,
diciumnya celana dalam itu, lalu
dia kembali melototi vaginaku
yang masih memerah dengan
sorot mata penuh nafsu, aku benar benar marah
diperlakukan seperti itu, tapi
aku tak bisa berbuat apa apa,
kutarik kepalanya ke vaginaku
dan kubenamkan di
selangkanganku. Lebih baik aku menerima jilatan
dari pada dipelototi seperti itu,
Koh Rudi mengusap usapkan
kepalanya di vaginaku, dia
"Melahap" dengan nafsunya.
Aku memejamkan mata berusaha menikmati jilatannya,
kukonsentrasikan untuk
menikmatinya daripada
mengikuti emosi rasa risih ini
sambil membayangkan adegan
di film yang baru kulihat tadi, sepertinya aku berhasil,
perlahan birahiku mulai naik,
kutekan kepalanya lebih dalam
di selangkanganku, kupaksakan
aku mendesah menutupi
kecanggungan birahi yang kurasakan aneh. Cukup lama
Koh Rudi menjilati vaginaku
sambil tangannya memainkan
putingku, geli, marah, nikmat,
semua bercampur menjadi satu
emosi, kembali aku mendesah menutupi marah.
Koh Rudi berdiri, kubuka
celananya dan menariknya
turun, kini tinggal celana kolor
sekali lagi celana kolor dan
bukan celana dalam pada umumnya, aku geli melihatnya,
sungguh tipikal orang kuno,
kutarik celana kolornya turun,
tampaklah penisnya yang kecil
panjang sudah menegang, ada
yang aneh di penis itu, ternyata dia tidak disunat,
baru kali ini aku melihat penis
orang dewasa yang tidak
disunat, sungguh kelihatan
aneh dan lucu, kutahan
senyumanku agar dia tidak tersinggung. Kupegang
kejantanannya, terasa aneh di
tanganku, kukocok, kulit
penisnya terasa mengganggu
tanganku mengocok, terasa
licin, tidak ada gesekan antara tanganku dan penisnya. Koh
Rudi menyodorkan di mulutku,
dengan senyum halus aku
menolaknya, kuusap usapkan
penis itu di pipiku tapi tak
pernah menyentuh bibir, lalu kuusapkan kepala penis ke
putingku, dia mulai mendesah.
Tubuh ceking buncit yang
berdiri di depanku langsung
berlutut di antara kakiku,
menyingkap gaunku yang belum terlepas, lalu menyapukan
kepala penis di bibir vaginaku,
sambil memandangku penuh
nafsu seakan hendak
menelanku hidup hidup, Koh
Rudi mendorong penisnya, dia menciumku gemas setelah
berhasil memasukkan semua
batang penis ke vaginaku,
dibandingkan dengan punya
ex-suamiku apalagi Koh Wi
barusan, penis itu lebih kecil, terasa aneh di vaginaku,
apalagi aku telah merasakan
besarnya penis Koh Wi, terasa
tak jauh beda dengan kocokan
jari tangannya.
Rasa aneh bertambah aneh ketika Koh Rudi mulai
mengocokku, seperti licin dan
berlari lari di vaginaku, tak
ada kenikmatan yang
kurasakan, hanya geli dan lucu
merasakan kocokan Koh Rudi, tapi aku tetap mendesah
menutupi keanehan yang ada.
Koh Rudi menciumi leherku
sambil meremas buah dada dan
mengocok vaginaku, tangannya
begitu aktif menjamah tubuhku, begitu juga dengan
lidahnya yang rajin menjelajah
leher dan telingaku, aku
menggelinjang geli, bukan
kenikmatan yang kuperoleh
tapi rasa geli, sungguh merupakan siksaan tersendiri,
aku lebih suka jilatannya yang
bervariasi dibanding kocokan
penisnya di vagina.
Kuremas rambutnya, aku mulai
menggoyang pinggulku mengimbangi gerakannya, aku
mulai pura pura mendesah
desah kenikmatan, semata
mata untuk menambah gairah
Koh Rudi biar lebih cepat
menyelesaikan permainannya. Tapi diluar dugaanku, hampir
limabelas menit dia mengocokku
lalu minta ganti posisi, aku
nungging di kursi dan dia
mengocokku dari belakang,
posisi doggie, sebenarnya ini posisi favouritku, tapi dengan
Koh Rudi sungguh
menjengkelkan karena aku tak
bisa merasakan kenikmatan
sexual. Dia mengocokku dengan
keras, beberapa kali tubuhnya menghentak tubuhku, tapi
tetap saja aku tidak bisa
merasakan kenikmatan,
padahal aku sudah
memejamkan mata
berkonsentrasi untuk meraih kenikmatan, tapi hanya geli
dan geli yang kudapat.
"Oh yaa.. terus.. yaa.. aah..
yess" desahku pura pura, dia
mempercepat kocokannya
sambil meremas remas buah dadaku yang menggantung.
Tubuh cekingnya seolah
memelukku dari belakang, tapi
terganjal perut buncitnya.
Kugoyang pantatku
mengimbanginya, tubuh kami berimpit saling menggoyang,
tak lama kemudian koh Rudi
teriak orgasme, kurasakan
cairan hangat membasahi
vaginaku, aku pura pura teriak
orgasme mengikutinya, denyutan penis Koh Rudi tak
terasa begitu mendenyut,
kugoyangkan pantatku lebih
keras, akhirnya tubuh Koh Rudi
melemas dan menarik penisnya
dari vaginaku, dia duduk lemas di sofa, kudampingi duduk
disampingnya, disambutnya
dengan ciuman di pipi dan
bibirku.
Kubersihkan penisnya dengan
tissue lalu aku beranjak ke kamar mandi membersihkan
vaginaku, lalu dengan berbalut
handuk di badan kutemani Koh
Rudi yang sekarang sudah
telentang di ranjang, aku
diminta menemaninya tiduran di situ. Kuangsurkan minuman, lalu
kami tiduran di ranjang.
"Kamu banyak koleksi film ya,
sering nonton?" tanyanya,
rupanya dia melihat koleksi
VCD-ku yang ada di meja rias. "Belum, barusan tadi player
dan VCD-nya dibeli, enakan
main sendiri dari pada nonton"
jawabku.
"Lebih enak lagi kalo main
sambil nonton" katanya lagi. "Atau nonton sambil main"
jawabku.
"Terserahlah yang jelas sama
sama enak" katanya sambil
mencium pipiku.
Atas permintaan Koh Rudi kami nonton film porno koleksiku,
lebih tepatnya pemberian dari
Om Lok. Terlihat Koh Rudi
begitu menikmati film itu sambil
meraba raba tubuhku, meski
aku tidak terlalu menikmatinya, aku ikutan memegang megang
penisnya. Setengah jam tidak
terjadi apa apa, mungkin Koh
Rudi belum recovery, tapi
setelah itu kurasakan penis
Koh Rudi mulai menegang ketika terlihat di TV seorang
laki laki sedang dikerubuti dua
orang cewek bule yang cantik,
entah apa yang ada di
benaknya, tapi penisnya mulai
bereaksi menegang. Tak lama kemudian sebelum film
itu berakhir, Koh Rudi sudah
mulai mencumbuku, mencium
bibirku, lalu meremas dan
mengulum putingku, aku
kembali pura pura mendesah, Koh Rudi menggeser dan
memiringkan tubuhku
menghadap ke TV, dia berada
di belakangku lalu mengusap
usapkan penisnya di pantatku,
kaki kiriku di angkat naik untuk memudahkan penisnya
memasuki vaginaku, dengan
sedikit susah karena terganjal
perut buncitnya, akhirnya dia
berhasil melesakkan ke
vaginaku, ini posisi baru bagiku. Sambil menonton film kami
bercinta, dia mengocokku dari
belakang dengan posisi tidur
miring menghadap TV.
Tangannya tiada henti
meremas remas buah dadaku, sepertinya dia begitu
menikmati bercinta dan nonton
film secara bersamaan,
desahan ke-pura pura-an
bercampur jerit kenikmatan
dari TV, dia makin bergairah mengocokku, seakan dia
bercinta dengan wanita bule
yang cantik di film itu, aku
tidak tahu fantasi laki laki
yang mengocokku dari
belakang ini, tapi yang penting bagiku bagaimana
menyelesaikan secepat
mungkin, karena aku tidak bisa
menikmati bercinta dengannya.
Dengan posisi seperti ini aku
susah menggoyangkan pantatku, jadi sepenuhnya
tergantung gerakan Koh Rudi,
entah sudah berapa kami
bercinta dengan posisi seperti
ini, film sudah berganti ke VCD
kedua secara otomatis. Seiring dengan pergantian VCD, tubuh
Koh Rudi naik di atasku, dia
menindih tubuhku, bibirnya
menyusuri leher dan dadaku,
perut buncitnya terasa
mengganjal perutku membuat aku tidak nyaman dalam
tindihannya, dia menyusupkan
tangannya dipunggungku,
mengganjal hingga buah
dadaku naik lebih menekan
tubuhnya, pelukannya semakin rapat seiring dengan cepatnya
kocokannya, pantatnya turun
naik diatas tubuhku, aku
mendesah seolah dalam
kenikmatan, bibirnya menyusuri
leher jenjangku, sesekali kepalanya berpaling
menyaksikan adegan di TV
yang sudah mulai lagi.
Tak lama kemudian sebelum
adegan sex pertama berakhir,
Koh Rudi menyemprotkan spermanya ke vaginaku untuk
kedua kalinya, aku menjerit
nikmat dalam ke-pura pura-an,
dia memelukku lebih rapat
hingga berakhirnya denyutan
di penisnya. Tubuh Koh Rudi yang penuh peluh kenikmatan
ambruk di atas tubuhku,
napasnya menderu di dekat
telingaku, detak jantungnya
kencang kurasakan di dadaku.
Perlahan penisnya melemas dan keluar dengan sendirinya,
kudorong tubuhnya menjauh
karena aku tak bisa bernapas
terhimpit perut buncitnya,
sungguh tersiksa bercinta
dengan dia karena tak secuil kenikmatan yang kudapat,
hanya perasaan risih dan
marah yang menggunung di
dadaku.
"Ly, kamu hebat deh, tubuhmu
masih bagus dan buah dada yang kenceng gitu bikin aku
makin bernafsu saja, apalagi
desahanmu bikin aku makin
gemes" pujinya.
Aku tak tahu harus menjawab
apa, tak mungkin aku berkata jujur didepannya.
"Koh Rudi juga hebat, bisa
berturut turut gitu, lama lagi"
jawabku klise menghibur
Kubersihkan penis Koh Rudi
dengan handuk kecil yang sudah aku siapkan, kurasakan
sperma Koh Rudi meleleh keluar
dari vaginaku, tak benyak
memang tapi membuatku risih,
segera kucuci di kamar mandi.
Kubersihkan sekalian tubuhku, dengan air shower yang
hangat terasa menyegarkan
dan memadamkan
kemarahanku, cukup lama aku
di kamar mandi hingga tak
kusadari Koh Rudi sudah berada di situ
memperhatikanku. Aku kaget,
secara reflek kututup tubuh
telanjangku dengan tangan
sebisanya, mau marah, belum
pernah seumur umur ada laki laki melihatku mandi meskipun
ex-suamiku dulu, tapi aku
segera tersadar bahwa dia
adalah tamuku, percuma aku
menutupi tubuhku, toh dia
sudah menikmatinya, dengan senyum terpaksa aku
menghilangkan kekagetanku.
"Koh Rudi bikin aku kaget
saja" teriakku manja
"Sini aku mandiin" dia
menawarkan diri, agak ragu aku menerima tawarannya,
belum pernah aku mandi
bersama dengan laki laki,
meskipun ex-suamiku, kini Koh
Rudi yang baru kukenal sejam
yang lalu sudah mau mandiin aku, tapi apa dayaku untuk
menolak, toh ini untuk
kepuasan tamuku juga, aku
hanya tersenyum menerima
tawarannya.
Koh Rudi mengikutiku ke dalam bathtub, dia menggosok
punggungku dengan tangan
dan sabun, tangannya
kemudian menjelajah ke depan
dan meremas buah dadaku,
dipeluknya aku dari belakang, kurasakan erotica tersendiri
merasakan pelukan dalam
licinnya busa sabun. Kubalikkan
tubuhku, kini aku menggosok
tubuh Koh Rudi dengan sabun,
tangannya tak henti menjamah buah dadaku yang masih
berbusa sabun, kami kembali
berpelukan, kali ini berhadapan,
dia menggesek gesekkan
tubuhnya di tubuhku, memang
ada erotica yang tak kuduga, tak mau terhanyut terlalu
lama dalam erotisme ini,
kunyalakan air shower
menyiram dan membasahi kami
berdua, Koh Rudi membalikkan
tubuhku dan mendorongku ke dinding, dengan posisi condong
begitu, maka pantatku tepat
di depan penis Koh Rudi, aku
baru menyadari ketika kembali
Koh Rudi mengusap usapkan
penisnya di tubuhku. Kakiku sedikit dibuka, maka
Koh Rudi dengan mudah
memasukkan penisnya ke
tubuhku dibawah siraman air
shower yang hangat, kami
bercinta dengan berdiri, pancuran air shower
membasahi tubuh kami, baru
sekarang kurasakan nikmatnya
bercinta, mungkin karena
perasaan erotisme saat mandi
bersama tadi, kali ini aku mendesah tanpa pura pura,
sebenarnya ada sedikit
menyesal merasakan nikmat
dari Koh Rudi, tapi tak bisa
kupungkiri nikmatnya
kocokannya sekarang. Kecipuk air mengiringi kocokan kami,
perlahan gairahku mulai naik,
semakin cepat Koh Rudi
mengocokku semakin cepat
birahiku naik, tak kuhiraukan
air membasahi rambutku, aku konsentrasi pada pencapaian
kenikmatan, tangan Koh Rudi
kembali menjamah buah dadaku
dan meremasnya.
Kuimbangi kocokan Koh Rudi
dengan goyangan di pantatku, semakin nikmat kurasakan
serasa melayang di awing, tapi
tiba tiba kurasakan denyutan
di vaginaku, ternyata Koh Rudi
mendahuluiku mencapai puncak
kenikmatan, dia mencengkeram buah dadaku erat, aku tetap
menggoyangkan pantat dengan
cepat, tak kupedulikan
denyutan Koh Rudi di vaginaku,
tak kupedulikan teriakan
kenikmatan darinya, aku ingin orgasme saat ini, tapi harapan
tinggal harapan, ternyata
penis Koh Rudi melemas tak
lama kemudian sebelum puncak
kenikmatan kugapai, dan
orgasme semakin menjauh dariku.
Aku kecewa sungguh kecewa,
dia tak dapat memberiku
kepuasan secuilpun, sesaat
kemudian aku tersadar,
memang bukan tugas dia untuk memuaskanku, tapi tugaskulah
untuk memuaskan dia, jadi tak
ada yang salah dalam hal ini,
akulah yang terlalu banyak
berharap.
Dengan menelan kekecewaan demi kekecewaan aku tetap
berusaha tersenyum, kututupi
kekecewaanku dengan mencuci
penis Koh Rudi, kulihat senyum
kepuasan mengembang di
wajahnya, aku terpaksa ikut puas melihat kepuasannya.
"Baru kali ini aku bercinta
sambil mandi, ternyata sungguh
nikmat" katanya, aku kaget
mendengarnya, ternyata aku
dijadikan percobaan olehnya. Kuteruskan mencuci, agak sulit
karena harus membuka kulit
penutup kepala penisnya, aku
masih merasa lucu melihat
bentuk penis yang belum
disunat. Sehabis mandi Koh Rudi
langsung kembali berpakaian
bersiap untuk pulang, aku
hanya mengenakan handuk
melilit tubuhku, tak terasa
hampir dua jam aku menemani dia dengan tiga kali bercinta,
aku berharap dia puas dan
memberiku tip yang lumayan
atas pelayananku atau paling
tidak dia akan kembali menjadi
pelanggan tetapku. "Tak salah kamu memang
primadona si Lok dan kamu
memang luar biasa" katanya
sebelum meninggalkan kamarku,
dia memberiku ciuman di pipi
dan pergi. Aku agak kecewa karena tak
ada tip untukku, meski
hargaku tinggi tapi kalau
dengan tip pasti tak akan aku
tolak, mungkin dia merasa
sudah membayar mahal atau mungkin aku kurang
memberikan servis yang dia
inginkan, atau aku kurang
memuaskannya, tapi ah siapa
peduli, aku sudah berusaha
dan dia sudah membayarku mahal untuk pelayanan dan
tubuhku.
Aku melanjutkan mandiku yang
terpotong, lalu menonton VCD
yang belum selesai tadi sambil
mengenakan piyama, menunggu order tamu berikutnya, tanpa
tahu laki laki macam apalagi
yang akan menikmati tubuhku,
bagiku yang penting adalah
duit dan duit selagi tubuhku
masih mempunyai daya jual. Atas permintaan Koh Rudi kami
nonton film porno koleksiku,
lebih tepatnya pemberian dari
Om Lok. Terlihat Koh Rudi
begitu menikmati film itu sambil
meraba raba tubuhku, meski aku tidak terlalu menikmatinya,
aku ikutan memegang megang
penisnya. Setengah jam tidak
terjadi apa apa, mungkin Koh
Rudi belum recovery, tapi
setelah itu kurasakan penis Koh Rudi mulai menegang
ketika terlihat di TV seorang
laki laki sedang dikerubuti dua
orang cewek bule yang cantik,
entah apa yang ada di
benaknya, tapi penisnya mulai bereaksi menegang.
Tak lama kemudian sebelum film
itu berakhir, Koh Rudi sudah
mulai mencumbuku, mencium
bibirku, lalu meremas dan
mengulum putingku, aku kembali pura pura mendesah,
Koh Rudi menggeser dan
memiringkan tubuhku
menghadap ke TV, dia berada
di belakangku lalu mengusap
usapkan penisnya di pantatku, kaki kiriku di angkat naik
untuk memudahkan penisnya
memasuki vaginaku, dengan
sedikit susah karena terganjal
perut buncitnya, akhirnya dia
berhasil melesakkan ke vaginaku, ini posisi baru bagiku.
Sambil menonton film kami
bercinta, dia mengocokku dari
belakang dengan posisi tidur
miring menghadap TV.
Tangannya tiada henti meremas remas buah dadaku,
sepertinya dia begitu
menikmati bercinta dan nonton
film secara bersamaan,
desahan ke-pura pura-an
bercampur jerit kenikmatan dari TV, dia makin bergairah
mengocokku, seakan dia
bercinta dengan wanita bule
yang cantik di film itu, aku
tidak tahu fantasi laki laki
yang mengocokku dari belakang ini, tapi yang penting
bagiku bagaimana
menyelesaikan secepat
mungkin, karena aku tidak bisa
menikmati bercinta dengannya.
Dengan posisi seperti ini aku susah menggoyangkan
pantatku, jadi sepenuhnya
tergantung gerakan Koh Rudi,
entah sudah berapa kami
bercinta dengan posisi seperti
ini, film sudah berganti ke VCD kedua secara otomatis. Seiring
dengan pergantian VCD, tubuh
Koh Rudi naik di atasku, dia
menindih tubuhku, bibirnya
menyusuri leher dan dadaku,
perut buncitnya terasa mengganjal perutku membuat
aku tidak nyaman dalam
tindihannya, dia menyusupkan
tangannya dipunggungku,
mengganjal hingga buah
dadaku naik lebih menekan tubuhnya, pelukannya semakin
rapat seiring dengan cepatnya
kocokannya, pantatnya turun
naik diatas tubuhku, aku
mendesah seolah dalam
kenikmatan, bibirnya menyusuri leher jenjangku, sesekali
kepalanya berpaling
menyaksikan adegan di TV
yang sudah mulai lagi.
Tak lama kemudian sebelum
adegan sex pertama berakhir, Koh Rudi menyemprotkan
spermanya ke vaginaku untuk
kedua kalinya, aku menjerit
nikmat dalam ke-pura pura-an,
dia memelukku lebih rapat
hingga berakhirnya denyutan di penisnya. Tubuh Koh Rudi
yang penuh peluh kenikmatan
ambruk di atas tubuhku,
napasnya menderu di dekat
telingaku, detak jantungnya
kencang kurasakan di dadaku. Perlahan penisnya melemas dan
keluar dengan sendirinya,
kudorong tubuhnya menjauh
karena aku tak bisa bernapas
terhimpit perut buncitnya,
sungguh tersiksa bercinta dengan dia karena tak secuil
kenikmatan yang kudapat,
hanya perasaan risih dan
marah yang menggunung di
dadaku.
"Ly, kamu hebat deh, tubuhmu masih bagus dan buah dada
yang kenceng gitu bikin aku
makin bernafsu saja, apalagi
desahanmu bikin aku makin
gemes" pujinya.
Aku tak tahu harus menjawab apa, tak mungkin aku berkata
jujur didepannya.
"Koh Rudi juga hebat, bisa
berturut turut gitu, lama lagi"
jawabku klise menghibur
Kubersihkan penis Koh Rudi dengan handuk kecil yang
sudah aku siapkan, kurasakan
sperma Koh Rudi meleleh keluar
dari vaginaku, tak benyak
memang tapi membuatku risih,
segera kucuci di kamar mandi. Kubersihkan sekalian tubuhku,
dengan air shower yang
hangat terasa menyegarkan
dan memadamkan
kemarahanku, cukup lama aku
di kamar mandi hingga tak kusadari Koh Rudi sudah
berada di situ
memperhatikanku. Aku kaget,
secara reflek kututup tubuh
telanjangku dengan tangan
sebisanya, mau marah, belum pernah seumur umur ada laki
laki melihatku mandi meskipun
ex-suamiku dulu, tapi aku
segera tersadar bahwa dia
adalah tamuku, percuma aku
menutupi tubuhku, toh dia sudah menikmatinya, dengan
senyum terpaksa aku
menghilangkan kekagetanku.
"Koh Rudi bikin aku kaget
saja" teriakku manja
"Sini aku mandiin" dia menawarkan diri, agak ragu
aku menerima tawarannya,
belum pernah aku mandi
bersama dengan laki laki,
meskipun ex-suamiku, kini Koh
Rudi yang baru kukenal sejam yang lalu sudah mau mandiin
aku, tapi apa dayaku untuk
menolak, toh ini untuk
kepuasan tamuku juga, aku
hanya tersenyum menerima
tawarannya. Koh Rudi mengikutiku ke dalam
bathtub, dia menggosok
punggungku dengan tangan
dan sabun, tangannya
kemudian menjelajah ke depan
dan meremas buah dadaku, dipeluknya aku dari belakang,
kurasakan erotica tersendiri
merasakan pelukan dalam
licinnya busa sabun. Kubalikkan
tubuhku, kini aku menggosok
tubuh Koh Rudi dengan sabun, tangannya tak henti menjamah
buah dadaku yang masih
berbusa sabun, kami kembali
berpelukan, kali ini berhadapan,
dia menggesek gesekkan
tubuhnya di tubuhku, memang ada erotica yang tak kuduga,
tak mau terhanyut terlalu
lama dalam erotisme ini,
kunyalakan air shower
menyiram dan membasahi kami
berdua, Koh Rudi membalikkan tubuhku dan mendorongku ke
dinding, dengan posisi condong
begitu, maka pantatku tepat
di depan penis Koh Rudi, aku
baru menyadari ketika kembali
Koh Rudi mengusap usapkan penisnya di tubuhku.
Kakiku sedikit dibuka, maka
Koh Rudi dengan mudah
memasukkan penisnya ke
tubuhku dibawah siraman air
shower yang hangat, kami bercinta dengan berdiri,
pancuran air shower
membasahi tubuh kami, baru
sekarang kurasakan nikmatnya
bercinta, mungkin karena
perasaan erotisme saat mandi bersama tadi, kali ini aku
mendesah tanpa pura pura,
sebenarnya ada sedikit
menyesal merasakan nikmat
dari Koh Rudi, tapi tak bisa
kupungkiri nikmatnya kocokannya sekarang. Kecipuk
air mengiringi kocokan kami,
perlahan gairahku mulai naik,
semakin cepat Koh Rudi
mengocokku semakin cepat
birahiku naik, tak kuhiraukan air membasahi rambutku, aku
konsentrasi pada pencapaian
kenikmatan, tangan Koh Rudi
kembali menjamah buah dadaku
dan meremasnya.
Kuimbangi kocokan Koh Rudi dengan goyangan di pantatku,
semakin nikmat kurasakan
serasa melayang di awing, tapi
tiba tiba kurasakan denyutan
di vaginaku, ternyata Koh Rudi
mendahuluiku mencapai puncak kenikmatan, dia mencengkeram
buah dadaku erat, aku tetap
menggoyangkan pantat dengan
cepat, tak kupedulikan
denyutan Koh Rudi di vaginaku,
tak kupedulikan teriakan kenikmatan darinya, aku ingin
orgasme saat ini, tapi harapan
tinggal harapan, ternyata
penis Koh Rudi melemas tak
lama kemudian sebelum puncak
kenikmatan kugapai, dan orgasme semakin menjauh
dariku.
Aku kecewa sungguh kecewa,
dia tak dapat memberiku
kepuasan secuilpun, sesaat
kemudian aku tersadar, memang bukan tugas dia untuk
memuaskanku, tapi tugaskulah
untuk memuaskan dia, jadi tak
ada yang salah dalam hal ini,
akulah yang terlalu banyak
berharap. Dengan menelan kekecewaan
demi kekecewaan aku tetap
berusaha tersenyum, kututupi
kekecewaanku dengan mencuci
penis Koh Rudi, kulihat senyum
kepuasan mengembang di wajahnya, aku terpaksa ikut
puas melihat kepuasannya.
"Baru kali ini aku bercinta
sambil mandi, ternyata sungguh
nikmat" katanya, aku kaget
mendengarnya, ternyata aku dijadikan percobaan olehnya.
Kuteruskan mencuci, agak sulit
karena harus membuka kulit
penutup kepala penisnya, aku
masih merasa lucu melihat
bentuk penis yang belum disunat.
Sehabis mandi Koh Rudi
langsung kembali berpakaian
bersiap untuk pulang, aku
hanya mengenakan handuk
melilit tubuhku, tak terasa hampir dua jam aku menemani
dia dengan tiga kali bercinta,
aku berharap dia puas dan
memberiku tip yang lumayan
atas pelayananku atau paling
tidak dia akan kembali menjadi pelanggan tetapku.
"Tak salah kamu memang
primadona si Lok dan kamu
memang luar biasa" katanya
sebelum meninggalkan kamarku,
dia memberiku ciuman di pipi dan pergi.
Aku agak kecewa karena tak
ada tip untukku, meski
hargaku tinggi tapi kalau
dengan tip pasti tak akan aku
tolak, mungkin dia merasa sudah membayar mahal atau
mungkin aku kurang
memberikan servis yang dia
inginkan, atau aku kurang
memuaskannya, tapi ah siapa
peduli, aku sudah berusaha dan dia sudah membayarku
mahal untuk pelayanan dan
tubuhku.
Aku melanjutkan mandiku yang
terpotong, lalu menonton VCD
yang belum selesai tadi sambil mengenakan piyama, menunggu
order tamu berikutnya, tanpa
tahu laki laki macam apalagi
yang akan menikmati tubuhku,
bagiku yang penting adalah
duit dan duit selagi tubuhku masih mempunyai daya jual.
Created at 2014-12-15 14:41:36
Back to posts
This post has no comments - be the first one!
UNDER MAINTENANCE